Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

SAYA MEMILIH KARENA SAYA MANUSIA

SAYA MEMILIH KARENA SAYA MANUSIA Seseorang tidak akan menjadi manusia secara utuh jika apa yang ia pilih adalah sesuatu yang dipilihkan. Memilih adalah proses melatih kemampuan untuk memanusiakan diri. Pilihan jernih bukanlah suatu adaptasi hasil kekangan dari pranata sosial ataupun norma sosial yang berlaku secara konsensus di masyarakat. Adaptasi semacam ini merupakan bentuk pertahanan diri yang rapuh. Misalnya sebuah ayat yang menjelaskan potensi manusia, Allah swt berfirman: وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10) Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q. S. al-Syams [91]: 7-10). Ibn Abbas menafsirkan kata “fa alhamaha fujuraha wa taqwaha,” bahwa Allah mengajarkan manusi...

Gigil otak

Gigil otak pada tempurung kosong. Jiwaku mengendus jemari inspirasi yang sampai saat ini masih kemarau pada logika. Ribuan kata telah ku telan. Jutaan petuah telah ku kunci dalam cangkang telinga. Tapi, banyaknya aliran kata dan petuah itu ternyata tidak juga melahirkan kreatifitasku dalam bernalar. Serasa ada yang mampet dan tersumbat. Rasanya ada ketidakberesan dalam caraku melahap dan memproses inspirasi, tapi apa?

DEJAVU

DEJAVU (Kere - Aktif) Kreatif..! Seikat kata ini sering kali menjadi perbincangan hangat di antara saya dan teman-teman kampung. biasanya kata ini diplesetkan menjadi dua pintal kata, yakni kere dan aktif. Pilihan dua kata tersebut tidak asbun (asal bunyi), akan tetapi ada fakor sosiologis yang mendasarinya. Hm, kebetulan kami berada di Kampung yang taraf ekonominya menengah ke bawah, dan kebetulan juga kami orang jawa. Nah, dua rumpun kata plesetan itu berasal dari bahasa jawa, yaitu kere = miskin dan aktif = giat (untuk kata kedua ini bisa juga dipakai dalam bahasa Indonesia). Dua kata tadi sebenarnya menyimpan filosofi tersendiri bagi kami. Kami biasanya memaknai dua kalimat tersebut dengan sebuah adagium yakni "meskipun kami berasal dari keluarga miskin, tapi kami harus tetap aktif lagi kreatif". Orang kere (miskin) bikin aktif. Untuk itu jadilah pribadi yang kreatif.

UNTUK APA BELAJAR?

UNTUK APA BELAJAR? Sebenarnya orang belajar itu untuk apa sih? Supaya tahu? pintar? pandai? cerdas? Lantas, Supaya tahu untuk apa? pintar apa? pandai yang bagaimana? Buat apa semua itu...? Coba perhatikan orang-orang terpelajar dibawah ini; 1. Di Kampus saya sering melihat banyak orang yang kuliah tapi masih suka merokok disembarang tempat, buang sampah juga seenaknya saja, melakukan tindak asusila, dan lain sebagainya. 2. Di Masjid saya juga sering menjumpai orang yang rajin shalat, rajin juga ngikut kajian tapi juga rajin ngomongin orang, mengatakan orang lain begini begitu. 3. Di Majlis ta'lim saya juga mendapati seorang juru dakwah yang memberikan banyak nasehat, petuah dan juga ajakan untuk berbuat baik. Tapi, lagi-lagi tindakannya tidaklah segemulai lisannya dalam mengamalkannya. Juga sangat perhatian terhadap aib orang, hingga aibnya sendiri pun jarang untuk diperhatikan. 4. Di Markas LDK, saya juga pernah menjumpai muda-mudi yang manggil...

Bingung

Tanyaku pada labirin kebingungan yang kini mengheningkan malam tanpa binar cahaya. Tiada gemintang yg berkelindan memoles semesta. Meninggalkan musafir yang kini kebingungan pada belantara kegelapan tanpa ditemani lentera di tangan.

Dungu

Dedaunan yang landai pada denting malam kini menertawakan kedunguanku yang tengah bersandar pada desis angin. Riuh membingungkan.

Kemalasan

Kemalasan adalah sekumpulan ulat yg bergelantung pada hijaunya dedaunan iman, ia menggerogoti keimanan kita secara perlahan hingga tanpa sadar kita dapati keimanan kita robek secara perlahan. Sambutlah harimu dg penuh gairah. Dan biarkanlah kaki keimanan itu menjuntai, menari kegirangan menyambut anugerah Tuhan seperti girangnya kicau burung di waktu pagi pada reranting pohon.

HIDUP TANPA RUMUS

HIDUP TANPA RUMUS Pada hari ketika kebiusan menggamit cakra dunia Jubah malam membungkus desis angin kepedihan Gemintang dan bulan nampak pucat dengan pendar cahaya pudar Di saat itulah kebisuan berkelekar di jiwa Mengulum bahagia dengan mulut bara derita Gigi-gigi taringnya menancap kuat pada jantung nestapa Daguku terpekur bertumpu jemari dengan tangkai lengan yang merapuh Pikiranku membentuk angka-angka rumit tanpa rumus Dan binar mataku kian lemah menyapa semesta Dan kini, kehidupan tanpa rumus menyiksa batinku Menjejak tanya pada empedu jiwa Pahit, tapi harus ku jalani