Toleransi Multiagama Klenteng Eng An Kiong
Oleh : Taqwim
Mahasiswa Jurusan Tarbiyah
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Malang
dimuat di Koran Surya. Kamis, 8 Mei 2014 19:09 WIB
Mahasiswa Jurusan Tarbiyah
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Malang
dimuat di Koran Surya. Kamis, 8 Mei 2014 19:09 WIB
MENARIK, perkuliahan studi agama-agama yang diampu Prof Dr Syamsul
Arifin Msi kali ini berbeda dengan kuliah pada umumnya. Mata kuliah ini
menjadi mata kuliah paling diminati mahasiswa FAI jurusan Tarbiyah
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di setiap pertemuannya. Selalu ada
hal baru yang membuat mahasiswa antusias mengikutinya.
Nah, Sabtu, 26 April 2014 itu matakuliah studi agama-agama tak
bertempat di kampus, tapi diadakan di Yayasan Klenteng Eng An Kiong
Malang. Rombongan mahasiswa tarbiyah disambut langsung oleh pemuka agama
Konghucu, bernama Fung Shu Hanum. Begitu masuk klenteng rombongan
dikejutkan dengan tulisan di mulut klenteng, Tuhan Yang Maha Esa. Ini
mengundang penasaran.
Rasa penasaran bertambah saat melihat di sepanjang ruangan klenteng
dikelilingi patung-patung, dupa, naga, singa dan lain sebagainya.
Sebelum mendengar penjelasan Fung Shu hanum, rombongan mahasiswa
tarbiyah dipersilakan berjalan-jalan mengamati seluruh isi ruangan
klenteng dipandu langsung Fung Shu Hanum dan didampingi Prof Dr Syamsul
Arifin MSi.
Puas mengamati seisi ruangan di klenteng, Fung Shu Hanum menjawab
rasa penasaran mahasiswa terkait yang mereka saksikan. Sebelum
menjelaskan tentang konsep ketuhanan, Fung Shu Hanum menjelaskan tentang
toleransi ditempat ibadah tersebut. Fung menambahkan, tata ruang
klenteng terdiri dari tiga ruangan untuk tiga kepercayaan, yaitu Buddha,
Thao dan Konghucu. Masing-masing keyakinan tersebut berjalan harmonis
tanpa mencederai salah satunya. Tak ada misi khusus untuk memurtadkan
penganut keyakinan yang ada di situ. Setiap orang diberi kebebasan penuh
mempercayai kepercayaan imannya masing-masing.
Setelah itu, Fung menjelaskan konsep ketuhanan, bahwa Tuhan yang
dipercaya oleh keyakinan tersebut adalah satu dan tidak seperti apa yang
dibayangkan mahasiswa. Patung-patung yang berjubel di seluruh ruangan
itu hanyalah sebagai simbol keyakinan saja.
Fung Shu Hanum yang menganut Konghucu menjelaskan pilar penting dalam
Konghucu, yaitu agama, filsafat, pemerintah (etika dan politik) dan
pengajaran. Konghucu banyak dipengaruhi filsafat konfusius China. Titik
tekan ajaran ini adalah penghormatan pada Tuhan, roh-roh nenek moyang
dan kemakmuran bumi. Agama, lanjut Fung, sebenarnya mengajarkan
keharmonisan bagi pemeluknya dan mengajarkan sikap toleransi di tengah
pluralitas kemanusiaan.
Perkuliahan ini sebenarnya menjadikan ketiga agama tersebut sebagai
obyek studi dan bukan untuk kepentingan sinkretisme agama yang menodai
keyakinan para mahasiswa. Tetap, keyakinan beragama adalah menurut
kepercayaan iman masing-masing dan tak ada kaitannya dengan perkuliahan.
Perkuliahan kali itu terdapat poin penting yang jadi pelajaran, yaitu
hakikat manusia yang plural dan ketika manusia bisa menumbuhkan rasa
toleransi antarsesama tentunya keharmonisan akan tercipta, sehingga
fundamentalisme agama tak pernah ada.
http://surabaya.tribunnews.com/2014/05/08/toleransi-multiagama-klenteng-eng-an-kiong
Komentar
Posting Komentar