Persamaan dan Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dan Ilmu Pendidikan Islam



JAWABAN - JAWABAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM (IPI)

Taqwim : 201110010311083
Tarbiyah FAI UMM


1.      Bagan persamaan dan perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dan Ilmu Pendidikan Islam

v Persamaan
·         Antara Filsafat Pendidikan Islam dan Ilmu Pendidikan Islam adalah sama-sama mengkaji tentang Pendidikan Islam.
·         Sama-sama bersumber dari ajaran Islam.

v  Perbedaan
Keterangan
Filsafat Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan Islam
Obyek Kajian
·         Membicarakan Pendidikan Islam secara material
·         Membicarakan Hakikat pendidikan Islam secara formal

·         Berbicara tentang bagaimana teori-teori pendidikan Islam
Metodologi
·         Berfikir logis spekulatif
·         Spekulatif/komparatif yaitu berfikir secara mendalam dalam keadaan tenang dan sunyi untuk mendapatkan kebenaran tentang hakikat yang dipikirkan
·         Normatif yaitu mencari dan menetapkan aturan-aturan dalam kehidupan nyata

·         Logis empiris
·         Rasional, yaitu bersumber pada pikiran.
·         Rasio dan jiwa manusia Empiris: yaitu berdasarkan pengalaman manusia melalui dunia luar yang dapat ditangkap dengan pancaindra.
·         Materialistik, Kuantitatif.

Fungsi
·         Normatif: menetapkan aturan
·         Diskriptif: mejelaskan dan menggambarkan
·         Evaluatif, dan dapat disebut juga dengan pasukan marinirnya
·         Teoritis atau digunakan sebagai sebuah teori untuk mengkaji pendidikan islam


2.      Fungsi dan peran Ilmu Pendidikan Islam 
          a)      Fungsi:
·         Dimensi mikro (internal)
Yang dimaksud dengan dimensi mikro yaitu manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan. Pada dimensi ini, pendidikan Islam diharapkan mampu membentuk insan yang berkualitas dan mampu melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya, baik sebagai pribadi, maupun kepada masyarakat.

Dari uraian diatas terlihat bahwa fungsi pendidikan dalam perspektif Islam adalah proses penanaman nilai-nilai ilahiah pada diri anak didik, sehingga mereka mampu mengaktualisasikan dirinya semaksimal mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip religius.
·         Dimensi makro (eksternal)

Dimensi makro yaitu perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia sebagai hasil akumulasi dengan lingkungannya. Pendidikan Islam bertanggung jawab terhadap dinamika dan harmonisasi kebudayaan manusia. Keberadaanya bukan bersifat destruktif yang mencabut keseluruhan akar budaya manusia, akan tetapi bersifat lentur dan toleran terhadap perkembangan kebudayaan umat manusia. Sikap yang demikian ini merupakan implikasi dari ajarannya yang universal dan kosmopolitan serta membawa rahmat bagi seluruh alam.
       b)      Peran
Pendidikan Islam bersifat terus menerus, “life long education”. dengan demikian tugas lembaga pendidikan Islam haruslah bersifat dinamis, progresif serta inovatif dalam rangka untuk mengembangkan serta mengoptimalkan potensi para peserta didik, upaya untuk mewariskan budaya dan membentuk Insan Kamil. Hal ini sebagaimana prinsip Islam sebagai agama yang “Rahmatan lil ‘Alamin”, yang menciptakan social order (tertib social) dengan melakukan internalisasi pengajaran akhlak kepada peserta didik.

      c)      Proses Penyelenggaraan Dan Pembelajaran
Proses penyelenggaraan dan pembelajarannya haruslah berorientasi pada peningkatan iman, pengembangan cakrawala pengetahuan, serta penghayatan mendalam akan ayat-ayat kauniah. Sasarannya harus diarahkan pada pengembangan fisik maupun psikis secara integral, serta pengembangan fitrah anak didik secara terpadu, sehingga menjadi insan kamil. Selain itu, Pendidikan Islam juga harus diarahkan kepada semangat bereksperimen agar dapat menguak kebenaran normatif yang tertuang dalam konsep wahyu. 

3.      Pandangan Islam tentang anak didik beserta implikasinya bagi penyelenggaraan Pendidikan Islam.

Berbicara tentang anak didik maka tidak terlepas dari hakikat manusia sebagai mahluk Tuhan, mahluk individual, mahluk sosial dan mahluk yang sedang berkembang. Adapun hakikat anak didik dalam konteks ini adalah sebagai pribadi yang sedang berkembang, bertanggung jawab atas pendidikan yang diterimanya sejak dini hingga usia yang dimilikinya sesuai dengan wawasan yang diterima, memiliki potensi phisik maupun psikologis yang berbeda sehingga butuh penanganan yang berbeda pula, memerlukan pembinaan secara individual dan perlakuan yang manusiawi dan pada dasarnya anak didik merupakan insan yang aktif dalam menghadapi lingkungannya. Dengan demikian, setelah mengetahui akan hakikat anak didik maka akan berimplikasi pada pembinaan yang efektif terhadap potensi-potensi yang dimiliki sehingga nantinya akan terwujud sebagai Insan Kamil yang akan mengatur dan menjadi wakil Allah untuk menjaga bumi.

Menurut Langeveld, anak manusia itu memerlukan pendidikan karena ia berada dalam keadaan tidak berdaya. Dalam dunia tasawuf, peserta didik atau murid adalah orang yang menerima pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya ke arah itu. Peserta didik atau murid di sini ada tiga tingkat, yaitu:
a) Mubtadi’ atau pemula, yaitu mereka yang baru mempelajari syari’at. Jiwanya masih terikat pada kehidupan duniawi.
b) Mutawasit atau tingkatan menengah, yaitu orang yang sudah dapat melewati kelas persiapan, telah mempunyai pengetahuan yang dalam tentang syari’at. Kelas ini sudah mulai memasuki pengetahuan dan alam batiniyah. Tahap ini adalah tahap belajar dan berlatih mensucikan batin agar tercapai akhlak yang baik.
c) Muntahid atau tingkatan atas, yaitu yang telah matang ilmu syari’atnya, sudah mendalami ilmu batiniyah. Orang yang sudah mencapai tingkat ini disebut orang arif, yaitu orang yang sudah boleh mendalami ilmu hakikat.
Perlu diperjelas beberapa diskripsi tentang hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu:
a)  Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek metode mengajar , materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan, dan lain sebagainya.
b) Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c) Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi. Di antara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu penting dipahami oleh pendidik agar tugas-tugas kependidikannya dapat berjalan secara baik dan lancar.
d) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada. Pemahaman tentang differensiasi individual peserta didik sangat penting untuk dipahami oleh seorang pendidik. Hal ini disebabkan karena menyangkut bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan pendidik dalam menghadapi ragam sikap dan perbedaan tersebut dalam suasana yang dinamis, tanpa harus mengorbankan kepentingan salah satu pihak atau kelompok.
e)  Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohaniyyah memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mem[pertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu proses pendidikan Islam hendaknya dilakukan dengan memandang peserta didik secara utuh. Dalam dataran praktis, pendidikan Islam tidak hanya mengutamakan pendidikan salah satu aspek saja, melainkan  kedua aspek secara integral dan harmonis. Bila tidak, maka pendidikan tidak akan mampu menciptakan out put yang memiliki kepribadian utuh, akan tetapi malah sebaliknya yaitu kepribadian yang ambigu. Bila fenomena ini terjadi dalam praksis pendidikan Islam, maka upaya untuk menciptakan insan kamil akan hanya sebuah mimpi belaka.
f)  Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fithrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Di sini tugas pendidik adalah membantu mengembangkan dan mengarahkan perkembangan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa melepaskan tugas kemanusiaannya; baik secara vertikal maupun horizontal. Ibarat sebidah sawah, peserta didik adalah orang yang berhak bercocok tanam dan memanfaatkan sawahnya (potensi). Sementara pendidik (termasuk orang tua) hanya bertugas menyirami dan mengontrol tanaman agar tumbuh subur sebagaimana mestinya, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku

4.      Contoh spesifik tujuan Pendidikan Islam, strategi rumusan dan tahapan sistem pendidikan serta sistem pembelajaran.

Tujuan Pendidikan Islam menurut saya adalah terciptanya insan kamil setelah proses pembelajaran berakhir. Hal ini sesuai dengan apa yang disinyalir dalam beberapa pesan normatif yang tertuang dalam al-quran dan al-hadits.

Rumusan sistem Pendidikan Islam setidaknya memuat beberapa prinsip, yaitu: prinsip universal (memberikan perhatian kepada seluruh aspek kehidupan manusia), prinsip keseimbangan dan kesederhanaan antara kehidupan duniawi dan ukhrowi, jasmani dan rohani, kepentingan pribadi dan kepentingan umum dll, prinsip kejelasan (memberi kejelasan tentang ajaran dan hukum terhadap aspek spiritual dan inteletual manusia), prinsip tidak ada pertentangan (menghilangkan pertentangan-pertentangan yang mungkin terjadi dalam komponen-komponen yang saling menunjang dan membantu antara satu dan yang lainnya), prinsip realisme (menjunjung tinggi realitas atau kenyataan kehidupan manusia), prinsip perubahan (perubahan jasmaniah, spiritual, intelektual, sosial, psikologis dan nilai-nilai menuju kearah kesempurnaan), prinsip menjaga perbedaan antar individu, dan yang terakhir adalah prinsip dinamisme, yaitu menerima perbedaan serta perkembangan dalam rangka memperbaharui metode-metode yang terdapat dalam pendidikan agama islam.


5.      Ada beberapa aspek yang harus dikembangkan dalam mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam diantaranya:
·         Aspek materi, materi harus sesuai dengan tuntutan zaman, tidak terkesan konservatif dan tanpa mengalienasi substansi ajaran Islam itu sendiri.
·         Aspek tujuan, jika semakin banyak tujuan yang harus dicapai, akan mendorong efektifitas proses yang akan dilaksanakan karena memang kurikulum sangat berkaitan erat dengan prinsip efektifitas. Harus ada rancangan tentang rencana yang akan dicapai dan tujuan harus jelas dan benar-benar sesuai dengan segala komponen yang berpengaruh terhadap pendidikan itu sendiri
·         Aspek lembaga, secara administratif Lembaga Pendidikan Islam sangatlah jarang menerapkan tata kelola yang baik. Padahal, lembaga merupakan komponen yang penting untuk atmosfir pengajaran anak didik.













Refrensi:
Abu Bakar, Usman dan Surohim. 2005. Fungsi Ganda lembaga pendidikan islam. Jogjakarta:             Safiria insane press
Romlah. 2010. Psikologi Pendidikan. Malang: UMM Press.
http://anamcs.wordpress.com/2011/09/17/hakikat-peserta-didik-dalam-pendidikan/ diakses pada Jumat 01 November 2013 pukul 20:59 WIB
Khozin. 2006. Jejak-jejak Pendidkan Islam di Indonesia. Malang: UMM Press.
Mujib, Abdul, dan Mudzakkir, Jusuf. 2006.  Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Pengantar Evaluasi Pendidikan

Sejarah Singkat Himpunan Pemuda Muslim Mencorek (HPMM)