DILEMATIS



Hai kawan, bolehkah saya berkisah?

Hari ini, suasana langit begitu mendung dan sepertinya sebentar lagi akan menyemburkan kemarahannya dengan mengencingi bumi. Kepulan awan mulai datang beringsut-ingsut beriringan membentuk satu kesatuan, bermuara dalam satu kawasan yang berselimut akan kepekatan mendung hitam dan mulai menggumpal bak jundi-jundi iblis jahat yang hendak meludahi secara beriringan kesucian bumi, kemudian melesahkan petakanya dengan memporak porandakan stabilitas dan keteraturan bumi. Seperti halnya dengan hatiku, entah kenapa akhir-akhir ini hatiku seringkali di selimuti awan pekat mendung kerisauan, seringkali kemarahan menghunjam pada diri saya sendiri dan juga seringkali mengumpat akan keputusan yang terlanjur saya lesahkan dahulu. Akan tetapi, perasaanku dengan jenakanya mengisyaratkan kepada bibir agar senantiasa menyunggingkan senyum getirnya untuk menyapa pahitnya kehidupan.

Sebenarnya hari ini adalah hari liburan. Lumrahnya, moment ini menjadi moment yang paling mengasyikan buat melumerkan kepenatan di hati, apalagi setelah lelah bergelut dengan ujian. bisa juga sebagai kesempatan untuk bersilaturahmi dengan sanak keluarga, sebagai wahana refreshing yang cukup meneduhkan dan lain sebagainya. Tapi, ekspektasi kebahagiaan yang demikian itu sepertinya menjadi suatu hal yang kamuflase bagi saya. Tidak seperti halnya teman-temanku yang lain, yang bisa menikmati masa liburan, bersenda gurau dengan family dan juga dapat menumpahkan dahaga kerinduannya kepada sanak keluarga yang ada dirumah. Kehidupanku sekarang ini tak ubahnya bagai narapidana yang bersandar di balik jeruji labirin kehidupan dengan meronta-ronta kepayahan penuh nestapa karena terlilit oleh anakonda kebebasan.

*******

Beberapa hari lalu, teman-teman kuliyah saya terlihat sibuk mengemasi barang-barang dan itu artinya mereka mulai bersiap-siap untuk menyantap sajian nikmat menu liburan. Ada perasaan iri menggelitik yang menyusup diam-diam dan kemudian menghempaskanku kedalam lorong gelap yang berserakan diantara puing-puing ruang lamunan. Pada perjalanan negeri lamunan, tak terasa imajinasi lamunanku memental dan mulai terlempar pada perencanaan yang saya rancang dengan teman-teman desa beberapa bulan lalu. Saat itu saya dan beberapa teman desa mulai mengagendakan proyek liburan dengan menghabiskannya untuk melaksanakan beberapa planning menarik yang kami kemas secantik-cantiknya dalam rangka mewujudkan kemaslahatan desa.

Planning pertama, rencana pengadaan perpustakaan masjid.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa rencana ini terlihat biasa-biasa saja, bahkan oleh sebagian masyarakat kampung, planning ini terlihat imposible dalam asumsi nalar mereka. Alasannya cukup sederhana, “karena masyarakat desa kami tidak suka membaca”. Berangkat dari fenomena inilah kami mencoba untuk mengeksplorasi kemampuan kami untuk mewujudkan perpustakaan masjid dan jika Tuhan berkehendak, kami juga berkeinginan untuk menciptakan taman baca di belakang masjid. Usaha ini sebenarnya bertujuan untuk membenamkan buta pengetahuan yang sekian tahun mendekap masyarakat desa kami. Tentunya usaha inipun berkutat pada kemampuan kami yang serba terbatas.

Planning kedua, rencana tindak lanjut penerangan lampu jalan.
Bulan lalu, saya bersama tiga teman mencoba konsultasi dengan pihak PLN dan akhirnya kami berempatpun mendatangi kantor PLN tersebut kemudian berkonsultasi seputar lampu penerangan jalan. Kami berusaha memaparkan keluhan-keluhan masyarakat sekitar dan mencoba menjelaskan padamnya lampu penerangan beberapa tahun lalu yang tidak tersentuh oleh signal pemerintah hingga sekarang ini. Seiring dengan usaha-usaha yang telah kami lakukan, isyarat lampu hijaupun mulai menyala meski masih terlihat buram, akan tetapi keterbatasan waktulah yang menghambat penyelesaian proyek tersebut.

*********

Saya dengan dua teman lain harus kuliah, mengingat seminggu lagi UAS akan di laksanakan sehingga proyek inipun kemudian diemban oleh salah seorang teman saja yang masih tersisa di desa tersebut. Dengan bergulirnya sang waktu, teman saya yang ada di desa pun seringkali tersandung beberapa masalah yang kemudian menghambat penyelesaian proyek tersebut. Beberapa hari kemudian proses perkuliahan usai (libur) dan itu artinya saya harus cepat-cepat pulang untuk membantu teman saya yang ada dirumah. Ketika keinginanku untuk pulang sudah berada di ujung nadir, ternyata kepulanganku harus terjegal dengan agenda lembaga intra yang kebetulan mengembankan amanah kepadaku untuk jadi ketua pelaksana. Ah, begitu kejamnya amanah ini yang perhalan hendak mengaborsi keinginan saya yang jauh-jauh hari sudah saya renanakan. Ah, payah.

*******

Waktu terus bergulir meninggalkanku dalam kebimbangan, dan perlahan… sang waktu mulai meremas energiku untuk mengambil sebuah keputusan besar. Setelah befikir mendalam dan memetakan berbagai macam pertimbangan, akhirnya sayapun memilih untuk memprioritaskan agenda lembaga intra dan mengubur untuk sementara waktu rencana kepulanganku. Terlihat konstruksi struktural kepanitiaan yang kian hari kian merapuh, teman-teman panitia mulai hilang satu persatu dan meninggalkan tugas berat yang harus saya pikul dengan tertatih-tatih. Untungnya, ketua lembaga intra dengan tidak bosan-bosannya memberiku support dan tak lelahnya membantuku dalam menuntaskan persiapan-persiapan agenda tesebut.
Sebenarnya, saya yang saat ini di berikan kepercayaan untuk menjadi ketua pelaksana merasa sangat malu kepada teman-teman kepanitiaan yang ada, terlebih kepada ketua lembaga intra. Malu karena tidak bisa berbuat apa-apa, malu karena tidak becus jadi ketua pelaksana dan malu karena tidak bisa merevisi proposal yang salah dan malu karena sebab-sebab lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu disini.

*******
Sehari kemudian setelah proses perevisian proposal usai, saya berazam untuk segera menyelesaikan tugas saya disini. Semangat setitik demi setitik mulai memenuhi ruang kesungguhan, keloyalan amanah sedikit demi sedikit mulai terbangun hingga akhirnya letupan semangat tersebut mencapai titik kulminasinya. Akan tetapi, setelah semangat itu muncul berapi-api, terdengar suara ringtone hp saya yang keluar dari dalam kantong celana. Kurogohkan jemariku kedalam kantong celana tersebut dan kemudian kulihat di layar mini handphone. ternyata  sms tersebut dari saudaraku. Sontak, setelah membaca pesan singkat tersebut perasaanku luruh. Bangunan semangat yang kubangun dengan tertatih-tatih kini hancur berkeping-keping dan tercabik-cabik karena sms tersebut. Isi sms tersebut mengkhabarkan bahwa ibu saya sedang sakit dan harus di bawa kerumah sakit lamongan sedang tak ada orang yang menghantarkan beliau kerumah sakit. Perasaan dilematispun kemudian mulai menjajah.
Kini saya berada diantara pilihan-pilihan yang susah saya putuskan. Jika saya memilih pulang dan kemudian mengantarkan ibu saya kerumah sakit, entah apa jadinya agenda ini. Pasalnya, teman-teman yang masuk dalam kepanitiaan sudah pulang tanpa menyisakan sehelaipun bagi saya, hanya ketua lembaga intra saja yang ada. Dan jika saya memilih untuk agenda ini. entah, kemungkinan seperti apa yang bakal terjadi.
Ya Allah… hanya kepadamulah hamba bermohon….



Coretanku di Padepokan Hizbul Wathan
 Malang 20 January 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan dan Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dan Ilmu Pendidikan Islam

Review Pengantar Evaluasi Pendidikan

Sejarah Singkat Himpunan Pemuda Muslim Mencorek (HPMM)