MONSTER BERNAMA UN
Judul
tulisan diatas seolah-olah mendiskripsikan akan datangnya kehancuran dunia.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pendidikan memang menjadi aspek yang sangat sentral
lagi fundamental bagi terbentuknya sebuah peradaban dan kegemilangan suatu bangsa.
Perbincangan soal pendidikanpun seperti deburan ombak lautan yang tak pernah surut
dari terpaan arus problematika. Masih saja ada yang salah dalam sistem
pendidikan negeri ini. Sepertinya apa yang telah diupayakan pemerintah untuk perbaikan
pendidikan bangsa tidaklah pernah benar dimata para pemerhati pendidikan.
Bak
busur panah yang melesat mencari sasaran, berbagai kritikan pedaspun kerap kali
dilesahkan oleh para pemerhati pendidikan, terutama berkaitan dengan ujian nasional
(UN). Memang, jika diperhatikan lebih dalam, pendidikan negeri ini memang masih
jauh dari tataran bagus. Banyak sekali ketimpangan-ketimpangan pendidikan yang
masih terjadi disemua lini pendidikan, baik itu berupa sistem yang sering
gonta-ganti, kapabilitas guru yang jauh dari tataran layak, sarana dan
prasarana yang tidak termaksimalkan dengan baik, dan lain sebagainya. Maklum
saja jika ada sebuah ungkapan, setiap ganti menteri pasti ganti kebijakan;
padahal kebijakan yang terdahulu belum sempat tersosialisasi secara merata
tiba-tiba diganti dengan yang baru.
Ironis
sekali jika melihat fenomena yang ada pada lembaga pendidikan belakangan ini. Lembaga
pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang ideal bagi para pengais ilmu,
menjadi tempat yang sangat kondusif bagi terciptanya budaya intelektual serta
menjadi tempat yang menyenangkan bagi para siswa, sekarang malah berbalik dari
kenyataan itu. Realita yang ada sekarang mendiskripsikan bahwa lembaga
pendidikan yang beroperasi hingga saat ini lebih seperti sarang hantu yang ogah
untuk dijamah atau dijadikan media belajar, apalagi menjadi tempat yang paling
diminati oleh para siswa. Sebagai ilustrasi dari berbagai fenomena yang seringkali
kita saksikan belakangan ini, berapa banyak para siswa yang lebih gembira
ketika berita libur itu dikumandangkan dari pada mendengar berita masuknya
kegiatan belajar-mengajar, belum lagi situasi dikelas yang membosankan hingga
siswa lebih memilih untuk menjadikan kelas sebagai tempat yang nyaman untuk
tidur dari pada menjadikannya sebagai tempat untuk mengais pengetahuan.
Fenomena ini lebih diperparah ketika datangnya berita tentang UN (Ujian
Nasional). Ujian nasional hadir layaknya monster yang menakutkan bagi para
siswa. Berapa banyak siswa yang stress gara-gara
menghadapi ujian naional. Tidak hanya siswa, bahkan orang tua dan gurupun
ikut-ikutan stress.
Monster Pendidikan,
Itulah UN (Ujian Nasional)
Pertanyaan
mendasar yang perlu diungkapkan dalam menyoroti pendidikan bangsa adalah,
mengapa ujian nasional itu menjadi momok yang begitu mengerikan bagi para siswa?
Pertanyaan ini pantas muncul jika memperhatikan pada apa yang nampak pada pendidikan
bangsa hingga saat ini. Untuk menjawab pertanyaan diatas, ada baiknya jika
dikemukakan pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, yang menyempatkan
dirinya untuk menyampaikan pesan sekaligus memberi semangat bagi para siswa
yang akan menjalankan ujian nasional 2013 pada Senin (15/4/2013) khusus untuk
wilayah Indonesia barat dan Indonesia timur. “Yang pertama, tanamkan rasa percaya diri dan optimisme agar dapat
mengerjakan soal dengan baik,” kata Nuh
sebelum melakukan inspeksi dadakan ke beberapa sekolah di Jakarta.
Apa
yang dilakukan oleh Mendikbud beberapa bulan lalu dengan penyampaian pesan
serta inspeksi dadakan dibeberapa sekolah yang ada di Jakarta merupakan
indikasi dari wujud ketakutannya akan hadirnya ujian nasional. Jika ditelaah
lebih jauh, mengapa ujian nasional itu menjadi momok yang begitu menakutkan
bagi para siswa, maka disana akan dijumpai beberapa hal yang seringkali jadi
alasan logis akan ketakutannya pada ujian nasional, diantaranya: 1) jika gagal
dalam ujian nasional maka siswa akan malu sepanjang hidupnya, 2) ujian nasional
seakan-akan menjadi ujian finish bagi kehidupan siswa, 3) siswa yang tidak
lulus dalam ujian nasional maka dia tidak bisa melanjutkan belajarnya ke
jenjang lebih tinggi.
Melihat
fenomena seperti ini, menjadi lucu jadinya. Perwayangan pendidikan bangsa ini
sepertinya menjadi mainan para elit penguasa. Bayangkan, para siswa yang
menghabiskan waktunya selama bertahun-tahun untuk mengenyam pendidikan kini
masa depannya harus rela untuk dipertaruhkan dengan hanya ujian beberapa hari.
Lebih parahnya lagi, pertaruhan yang kerap kali menjadikan para siswa stress
itu hanya dihargai dengan selembar kertas. Selembar kertas yang terkadang tidak
bisa membantu apa-apa untuk bekal hidupnya, atau bahkan hanya menjadi hiasan
yang terpajang di almari saja.
Bagaimanakah
Seharusnya UN?
Ujian
Nasional itu seharusnya tidak terlalu mengekang siswa, apalagi menjadikannya
paranoid. Ujian Nasional itu tidaklah seperti perampok yang siap untuk
merenggut kebahagiaan siswa. Jika dicermati lebih mendalam, ujian nasional yang
diterapkan di negeri ini menjadi sistem evaluasi yang terkesan timpang bagi
para siswa. Ujian nasional itu terkesan timpang karena memang sudah terseting
sedemikian rupa oleh pemerintah, diantaranya adalah dengan menetapkan kriteria
soal yang sama bagi semua instansi pendidikan yang ada di Indonesia. Padahal,
tidak semua sarana dan prasarana yang ada di setiap instansi pendidikan itu
sama. Hal ini terkesan, ujian nasional itu hanya menguntungkan segolongan pihak
saja, yakni sekolah-sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai
serta memiliki pengajar yang berkwalitas. Umumnya, sekolah yang berlabel
sekolah unggullah yang seringkali diuntungkan.
Mungkin
ada baiknya jika sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini belajar dari
sistem finlandia yang menjadikan ujian nasional bukanlah lagi menjadi momok
yang menakutkan akan tetapi ujian nasional itu digelar hanya untuk pemetaan.
Hasilnyapun kemudian diinformasikan hanya kepada pihak sekolah dalam rangka
perbaikan. Menarik memang sistem yang diterapkan oleh negeri asal Nokia dan
Angry Birds ini, mengingat negeri tersebut adalah termasuk dalam kategori
negeri yang memiliki sistem pendidikan yang menjadi sentral perhatian dunia
karena keberhasilannya dalam reformasi pendidikan.
Ada
baiknya jika para elit penguasa negeri ini melakukan reformasi besar-besaran
untuk perbaikan mutu pendidikan bangsa, mungkin diantaranya adalah dengan
memperbincangkan kembali sistem ujian nasional yang hanya bisa menekan siswa
menjadi sistem yang ramah bagi efektifitas pengajaran siswa.
Dari
data produk binaan ujian nasional yang ada, berapa banyak ujian nasional yang
mengekang itu melahirkan pengangguran-pengangguran baru di tubuh bangsa.
Melihat hal itu, sudah sepantasnya pemerintah negeri ini melakukan reformulasi
terhadap konsep ujian nasional yang hanya bersifat mengekang seperti yang
terlihat dewasa ini menjadi ujian yang ramah bagi siswa dan diharapkan dengan
cara yang bersahabat tersebut pendidikan bangsa ini akan menghasilkan
produk-produk yang bekualitas.
Komentar
Posting Komentar