Kunjungan : Kuliah Studi Agama-agama

KULIAH TOLERANSI MULTI AGAMA

Ada yang menarik dengan perkuliahan Studi Agama-Agama kali ini. Kuliah yang diampuh oleh Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si ini menyajikan kuliah yang berbeda dengan kuliah-kuliah pada umumnya. Mata kuliah Studi Agama-agama memang menjadi mata kuliah yang paling diminati oleh Mahasiswa FAI Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang ditiap pertemuannya. Selalu ada hal baru yang membuat Mahasiswa bertanya-tanya, dan tentunya sangat menyesal jika melewatkan kuliah yang satu ini.
Sabtu, 26 April 2014 menjadi momentum yang sangat menarik bagi Mahasiswa FAI Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang. Pasalnya, pada perkuliahan Studi Agama-agama kali ini disajikan dengan nuansa yang berbeda, nuansa yang penuh dengan keharmonisan dan kerukunan antar umat beragama.
Perkuliahan Studi Agama-agama kali ini bukan bertempat di Kampus, tapi perkuliahan ini bertempat di Yayasan Klenteng Eng An Kiong Malang. Sungguh perkuliahan yang cukup mengesankan. Kedatangan rombongan Mahasiswa Tarbiyah inipun disambut langsung oleh pemuka Agama Konghucu yang bernama Fung Shu Hanum.
Ketika baru masuk di Klenteng, rombongan Mahasiswa ini dikejutkan dengan tulisan papan yang yang bertengger di Mulut Klenteng. Tulisan yang ada di papan tersebut bertuliskan “Tuhan Yang Maha Esa”. Fenomena ini mengundang rasa penasaran Mahasiswa, sehingga dari fenomena itu muncul pertanyaan dari seorang Mahasiswa, apakah Agama ini monoteis ataukah politeis?
Pertanyaan yang dikemukakan Mahasiswa ini sangat rasional. Pasalnya, disepanjang ruangan klenteng ini di kelilingi oleh patung-patung, dupa, naga, singa dan lain sebagainya. Sebelum mendengar penjelasan dari Fung Shu hanum, rombongan Mahasiswa Tarbiyah di persilahkan terlebih dahulu untuk berjalan-jalan mengamati seluruh isi ruangan Klenteng, dengan di pandu langsung oleh Fung Shu Hanum dan didampingi Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si.
Setelah puas mengamati seisi ruangan yang ada di Klenteng, Fung Shu hanum lantas menjelaskan rasa penasaran Mahasiswa terkait apa-apa yang disaksikannya. Sebelum menjelaskan tentang konsep ketuhanan, Fung Shu Hanum menjelaskan terlebih dahulu tentang toleransi ditempat ibadah tersebut. Fung Shu Hanum menjelaskan tentang tata ruang Klenteng yang terdiri dari tiga ruangan. Lagi-lagi para Mahasiswa dibuat terhenyak setelah mendengarkan pemaparan dari Fung Shu Hanum. Klenteng yang terdiri dari tiga ruangan tersebut ternyata dipakai untuk tiga kepercayaan agama, yaitu : Budha, Thao dan Konghucu. Dan uniknya, masing-masing agama tersebut bisa berjalan harmonis tanpa mencederai salah satu dari agama tersebut. Tidak ada misi khusus untuk memurtadkan penganut agama-agama yang ada disitu. Setiap orang diberi kebebasan penuh untuk mempercayai kepercayaan imannya masing-masing.
Setelah itu, Fung Shu Hanum menjelaskan tentang konsep ketuhanan. Fung Shu hanum berbicara panjang lebar bahwa Tuhan yang dipercaya oleh agama-agama tersebut adalah satu dan tidak seperti apa yang dibayangkan para Mahasiswa. Patung-patung yang berjubel diseluruh ruangan itu hanyalah sebagai simbol keagamaan saja.
Fung Shu Hanum yang beragama Konghucu lebih banyak menjelaskan perihal agama konghucu. Beliau menjelaskan bahwa terdapat pilar penting dari agama konghucu, yaitu: Agama, Filsafat, Pemerintah (etika dan politik) dan pengajaran. Agama konghucu ternyata banyak dipengaruhi oleh filsafat konfusius-cina. Dan titik tekan ajaran ini adalah penghormatan pada Tuhan, roh-roh nenek moyang dan kemakmuran yang terdapat dibawah bumi. Menurut Fung Shu Hanum, agama sebenarnya mengajarkan keharmonisan bagi para pemeluknya dan mengajarkan sikap toleransi ditengah pluralitas kemanusiaan.
Perkuliahan ini sebenarnya menjadikan ketiga agama tersebut sebagai obyek studi dan bukan untuk kepentingan sinkretisme agama yang menoda keyakinan para Mahasiswa. Tetap, keyakinan beragama adalah menurut kepercayaan iman masing-masing dan tidak ada kaitannya dengan perkuliahan. Pada perkuliahan itu terdapat point penting yang menjadi pelajaran, yaitu hakikat manusia yang plural dan ketika manusia bisa menumbuhkan rasa toleransi antar sesama tentunya keharmonisan akan tercipta, sehingga fundamentalisme agama tidak akan pernah ada.

Malang, 26 April 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan dan Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dan Ilmu Pendidikan Islam

Review Pengantar Evaluasi Pendidikan

Sejarah Singkat Himpunan Pemuda Muslim Mencorek (HPMM)