BELAJAR DARI FILOSOFI JAWA

Pernah mendengar istilah “digugu lan ditiru”?  ya, itulah filofosi jawa yang seringkali disematkan pada seorang guru. Guru merupakan motor penggerak yang memiliki peran sentral untuk merubah wajah peradaban suatu bangsa. Sebagai seorang pendidik, guru menjadi sosok yang digugu lan ditiru dalam artian ajarannya dipercayai dan tindak-tanduknya selalu menjadi teladan.

Berkaca pada filosofi jawa diatas maka sudah sepatutnya seorang guru itu harus memperhatikan segala bentuk perilaku dan tingkah-lakunya karena apa yang dilakukan oleh guru akan menjadi teladan bagi para siswanya. Guru merupakan sosok yang sangat fenomenal dalam kancah pencerdasan anak bangsa sehingga tak ayal jika kalimat pahlawan tanpa tanda jasapun tak segan-segan disematkan untuknya.

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa profesi menjadi guru merupakan profesi yang sangat mulia. Lebih mulia lagi jika para guru tersebut bisa menyulap para peserta didiknya menjadi pribadi-pribadi juara yang berakhlak mulia. Disini, pasokan guru-guru berkualitas menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, karena memang guru-guru yang berkualitas itu jelas akan menghasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas pula. 

Guru yang berkualitas tidaklah hanya mentransfer ilmunya semata, tapi guru yang berkualitas itu adalah guru yang mampu bertindak secara profesional. Mampu mentransfer nilai-nilai moral, berpengetahuan luas serta mampu menjadi uswah bagi para anak didiknya.

Dalam rangka memperingati momentum istimewa yang jatuh pada tanggal 25 November sudah sepatutnya para guru itu kembali meng-upgrade semangatnya dalam mengemban misi suci untuk mencerdaskan anak bangsa. Dalam mengemban misi suci tersebut, sudah sepatutnya agar para guru juga melakukan reorientasi terhadap metode pengajaran yang sudah sekian lama diterapkan. Karena memang sudah bukan rahasia publik lagi bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga pendidikan dewasa ini seringkali menghasilkan para cerdik cendikia yang korup atau memproduk para kapitalis baru yang menguasai pasar dan mematikan usaha-usaha rakyat. Berorientasi pada fenomena ini, filosofi “digugu lan ditiru” sudah sepatutnya dihidupkan kembali agar nantinya pendidikan bangsa ini akan melahirkan cerdik cendikia yang santun dan peka terhadap persoalan bangsa.


Taqwim, Aktivis LSO-FORSIFA UMM
Pernah dimuat di Koran bestari UMM dirubrik Kata Mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan dan Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dan Ilmu Pendidikan Islam

Review Pengantar Evaluasi Pendidikan

Sejarah Singkat Himpunan Pemuda Muslim Mencorek (HPMM)