ENAM SYARAT MAKSIAT



Setiap orang pasti pernah melakukan kemaksiatan, siapapun itu? Kemaksiatan tidak pernah mengenal apakah dia kaum ningrat ataukah wong cilik. Tidak pernah memilih, apakah ia seorang kyai ataukah santri. Tidak pernah memihak, apakah ia seorang politikus ataukah seorang agamawan. Semuanya pernah terjerat dengan tali maksiat dan juga terjerembab dalam kubangan anyir dosa. Tidak bisa dipungkiri bahwa tiap manusia itu berpotensi untuk melakukan kemaksiatan, entah itu kemaksiatan yang levelnya kacangan sampai yang levelnya elit. Kemaksiatan itu juga bisa dilakukan manusia kepada khaliq maupun makhluq.

Diri dan anatomi tubuh manusia mempunyai potensi besar untuk berbuat maksiat. Hati seringkali terkubur dilumpur dendam, dengki, iri hati, sombong, kikir. Mata seringkali bergerilya ke tempat yang haram. Tekstur lidah yang semakin lentur ketika menggunjing saudaranya, berdusta, menuduh, mengadu domba, mencela, berkata-kata kotor dan lain-lain. Telinga lebih aktif untuk mendengarkan ringtone gosip serta hal-hal yang tidak baik lainnya. Tangan yang suka menjamah wanita yang tidak halal baginya, mengambil barang yang bukan haknya, memukul tanpa ada hak, membunuh, bermain judi dan menyiksa binatang. Kaki terkadang diayunkan menuju tempat-tempat maksiat, menendang temannya, berjalan didepan orang yang lagi shalat dan lain sebagainya.

Sebenarnya, hati itu ibarat kapas yang putih bersih. Sedangkan kemaksiatan itu ibarat tinta hitam. Setiap orang berbuat maksiat maka hatinya ternoda oleh noda hitam tersebut. Sehingga ketika ia terus-terusan berbuat maksiat maka noktah hitam itupun semakin memadati hatinya dan kemudian menjadikan hati tersebut hitam legam tertelungkup noda maksiat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits.  

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah noktah hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan noktah hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “al-raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’. HR. At Tirmidzi no. 3334, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.” Tafsir Al Qur’an Al-‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Al-Qurthubah, 14/268.

Kaitannya dengan hal ini di dalam kitab al-tadzkirah fi ahwal al mauta wa umur al-akhirah oleh Imam Al-Qurthubi, Ibrahim bin Adham salah seorang ulama sufi memberikan nasihat yang sungguh luar biasa bagi orang yang seringkali melakukan kemaksiatan. Jika seseorang bisa melaksanakan ke enam syarat ini, maka silahkan bermaksiat sesuka hatimu.

Pertama, Jika hendak melakukan maksiat maka jangan kamu makan rezeki Allah.
Bagaimanakah manusia bisa hidup jika tidak diperkenankan untuk menikmati rizki Allah. Padahal semua kenikmatan yang terhampar di alam semesta ini adalah berkah dan karunia dari Allah. Rizki Allah terhampar dimanapun kita berada. Entah itu digunung, diperut bumi, didasar lautan, mengucur dari langit, semuanya itu adalah rizki dari Allah dan bahkan udara yang kita hirup tiap harinya adalah rizki dari Allah. 

Kedua, Jika hendak melakukan maksiat jangan kamu tinggal di bumi Allah.
Di bumi mana lagi kita akan tinggal. Gunung, angkasa, planet-planet dan bahkan galaksi-galaksi lain-pun, semuanya kepunyaan Allah. Lantas dimanakah kita hendak tinggal? Fikirkanlah!

Ketiga, Jika hendak melakukan maksiat maka berbuatlah ditempat yang tidak terlihat oleh Allah.
Bagaimana bisa? Pengetahuan Allah adalah pengetahuan yang tidak terbatas. Tidak seperti pengetahuan makhluk-makhluknya. Bahkan, Allah mengetahui segala yang gaib, segala yang tertanam dihati dan juga segala pandangan-pandangan yang khianat. Allah tidak pernah luput dari semua kejadian yang terhampar di alam maya pada ini. Lantas, dimanakah kita hendak mencari tempat untuk bermaksiat?
Keempat, Jika malaikat maut datang hendak mencabut nyawamu, maka katakan kepadanya, “tunggulah dulu saya mau bertaubat”.
Bisakah kamu menolak malaikat maut yang hendak mencabut nyawamu? Jika kamu berfikir bisa untuk menolaknya, maka silahkan bermaksiat sesuka hatimu. Setiap perbuatan akan melahirkan konsekuensi dan setiap konsekuensi akan melahirkan salah satu diantara dua hal berikut yaitu kebahagiaan ataukah penderitaan. Itu adalah pilihan, silahkan memilih!

Kelima, Apabila datang kepadamu malaikat munkar dan nakir maka lawanlah dengan seluruh kekuatanmu jika kamu mampu.

Keenam, Sekiranya malaikat zabaniah penjaga neraka datang hendak menyeretmu kedalam neraka, maka katakan kepadanya bahwa kamu tidak akan mengikutnya. sekiranya engkau dapat berbuat demikian, maka silahkan untuk melakukan maksiat.

Saudaraku, jika kita tidak bisa melakukan semua syarat yang tersebut diatas, maka masihkah kita bermaksiat kepada Allah sedangkan kita memakan rizki-Nya? masihkah kita bermaksiat kepada Allah sedangkan kita tinggal di buminya? Masihkah kita bermaksiat kepada Allah sedangkan Allah Maha Mengetahui segalanya dan Maha Mengetahui segala hal yang tersembunyi? Masihkah kita bermaksiat kepada Allah sedangkan kita tidak kuasa menolak malakul maut yang hendak mencabut nyawa kita? Masihkah kita melakukan maksiat sedangkan kita tidak kuasa melawan makarnya malaikat munkar dan nakir? Dan masihkah kita bermaksiat sedangkan kita tidak mampu melawan keganasan malaikat zabaniyah?

Marilah kita memperbanyak ber-muhaasabah terkait kemaksiatan-kemaksiatan yang seringkali kita perbuat. Memperbanyak untuk mengingat kematian karena kematian adalah obat mujarab untuk mengobati diri kita dari virus kemaksiatan.

Imam Al-Daqqaq berkata, "Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: menyegerakan taubat, hati yang qana'ah, dan semangat beribadah." (Imam al-Qurtubi, al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah).

Ibnu Al-Qayyim berkata, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.” (Al-Daa’ Wa Al-Dawaa’, hal. 107).

Semoga ulasan ringkas ini menjadi motivasi bagi kita untuk menghidari kemaksiatan sebisa mungkin karena sejatinya kemaksiatan itu hanya akan mengerdilkan hati dan mematikan rasa.


Taqwim, Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Angkatan 2011 FAI UMM
Ketua Umum LSO-FORSIFA UMM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan dan Perbedaan Filsafat Pendidikan Islam dan Ilmu Pendidikan Islam

Review Pengantar Evaluasi Pendidikan

Sejarah Singkat Himpunan Pemuda Muslim Mencorek (HPMM)