KAWANKU, KAMU PAHLAWANKU
Di bawah temaram kehidupan malam,
berhiaskan kerlip jutaan bintang, bermelodikan suara meriam serdadu kumbang
malam, berselimut angin rindu yang membelah kabut dingin malam dan membelai
lembut dalam desahan angan. Tak terasa dalam kesendirianku kali ini. entah dari
mana datangnya, cerita akan masa lalu menghampiri, menyusup dan menghanyutkanku
dalam rengkuhan imajinasi bisu. Membayangkan saat-saat indah bersama kalian
kala itu. Canda tawa, sedih bahagia, berjuang bersama dalam desahan
keterbatasan kemampuan, semuanya terangkum dan bermuara jadi satu dalam danau
symphoni indah kisah persahabatan kita yang terjalin dengan rantai baja yang
bernama ketulusan, kesetia kawanan dan kebersamaan dalam geliat kepolosan kata.
Teringat akan keapatisanku dahulu,
disaat jeritan hambar masyarakat mencuat, tergelepar kepermukaan harapan dan
melengking tajam mengarah ke indra pendengaranku. tapi entah mengapa?
seakan-akan telingaku kala itu tertutup oleh kotoran ketidak pedulian yang
menjejali lubang telinga, hati yang kata orang mempunyai rasa yang sangat
sensitif seakan-akan bermetamorfasa menjadi seonggok balok es yang telah
mengeras dan membatu. Raga hanya menjadi serpihan sampah kehidupan yang hanya
bisa mengotori lingkungan kebersahajaan masyarakat banjar melati. Dan jiwa
hanya berselip, terbingkai dalam simbologi kehidupan raga. Tapi patut saya
syukuri, di balik ketidak berdayaanku kala itu kalian datang memegang tanganku
disaat kaki ini terkilir limbung dan hampir tersungkur pada jeratan kebodohan.
Masih segar dalam ingatan, saat
kalian menggandeng tanganku untuk memulai sebuah event besar menuju lembaran
kehidupan baru. Saat itu, tepatnya tgl 17 oktober 2007 kalian mengajakku untuk
turut andil dalam acara respek (Reuni Spektakuler). Jujur ku akui, saat itu
adalah hari yang paling mendebarkan dalam cerita kehidupanku. Bagaimana tidak?
Saya yang pada saat itu belum pernah berdiri di depan orang banyak, apalagi
harus berucap sepatah dua patah kata, kini harus mengkonsep acara bersama
kalian dan juga menggandeng jadi pemain yang akan tampil pada acara itu.
Meski hanya berperan sebagai pemain
figuran, tapi entah dari mana datangnya ketakutan itu, perasaan dag dig dug
mulai menyusup, badanku gemeteran bak terguncang getaran litosfera yang
berskala cukup besar, keringat dingin merembes bergantian dari celah pori-pori.
Tapi syukur Al-Hamdulillah, dengan kata-kata yang luar biasa dahsyatnya kalian
meyakinkan diriku agar terus melangkah maju menerobos baja psimistis dan meruntuhkan
menara ketakutanku, meski hanya berkakikan kekeroposan psikologis dan bertumpu
pada kejumudan mental. Meskipun dengan langkah yang terseok-seok, saya akhirnya
bisa juga mengayunkannya menuju lembaran kehidupan baru dalam dimensi paruh
waktuku.
Pengalaman saat itu yang tidak bisa
saya lupakan adalah ketika saya harus di dandani pakai tepung terigu seperti
petrok gareng untuk memainkan pantomim, karena pada saat itu tidak ada pemain
pantomim, patner dari bang udin tidak ada sedangkan pantomim sudah masuk dalam
daftar acara dan sebentar lagi akan tampil, entah di telan dibelahan bumi mana
teman bang udin itu menghilang?. Dan akhirnya, saya yang jadi korban.
Dalam
hitungan menit, saya di privat sama bang udin untuk memerankan peran sebagai
seorang murid bandel dan juga di make up dengan tepung terigu. Dengan keadaan
terpaksa, saya lakukan semua itu, dan selang beberapa menit kemudian, gendang
telingaku tersentak dengan suara microphon pembawa acara yang memberitahukan, “acara
selanjutnya yaitu pantomim”, itu artinya saya harus tampil, dan
jrrenggg.... duarrrr.... hatikupun bedegup kencang, dag dig dug duer tak
menentu, dengan temperatur tak stabil dan berbusa keringat ketakutan, tapi...
syukur Al-Hamdulillah, aksiku kala itu lumayan juga dan tergolong tidak mengecewakanlah
(menurut penilaianku tapi, hehehe.. (narsis dikit) sampai-sampai orang tuaku-pun gak tahu, kalau yang
memerankan peran itu adalah saya. “pyuh.....pyuh....pyuh........
lega....biyung.....”. begitulah kalimat yang tergumam dalam hatiku setelah
selesai berakting di panggung respek.
Seiring dengan bergulirnya waktu,
tibalah waktu perpisahan dengan salah seorang sahabat yang harus melanjutkan
studinya ke-Mesir. Perasaan kehilanganpun mulai merambah dalam desahan harapan.
Terdengar celetukan nakal dari bilik hati kecil, “kinilah saatnya kamu yang
harus berkiprah melanjutkan tongkat estafet perjuangan sahabatmu.” Dia
adalah salah seorang sahabat baikku yang tak henti-hentinya memberikan support
kepadaku di kala saya sedang jatuh. Dan dia jugalah yang menjadi pioner dan
yang merawat embrio HPMM ketika berada di dalam rahim seorang ibu yang bernama
kesadaran jiwa sahabat muda yang pada saat itu masih sangat lugu untuk
menyeruakkan kehidupan reformis bagi masa depan dusun banjar melati (sengaja
saya pakai nama dusun ini karena itu merupakan harapan saya agar dusunku ini
kembali kemasa ke-emasannya dahulu, yang berpenghuni penduduk berkarakter melati).
Bersamaan dengan sebagian sahabat muda, ia mulai membidani lahirnya pergerakan
sahabat muda yang kita beri nama HPMM (Himpunan Pemuda Muslim Mencorek).
Pernah
suatu ketika, pada saat sehari sebelum keberangkatannya ke-Mesir, dia
mengajakku pergi ke-Tuban untuk membeli tas yang akan dia bawa ke-Mesir.
Ditengah perjalanan, sembari menikmati terpaan angin yang membelai tubuh, di
iringi lantunan irama musik knalpot sepeda motor shogun tua dan kepulan asap
yang keluar dari cerobong knalpot, diapun memberi pesan kepadaku. Lewat
lisan lentiknya, ia bergumam, “taq... saya hafal sebuah pepatah bagus dari
arab yang mungkin ini ada baiknya jika nantinya engkau jadikan perenungan di
kehidupanmu kelak,” dia diam sebentar dalam kebisingan suara sepeda motor,
kemudian melanjutkan perkataannya “perhatikanlah, ketika seorang bayi itu
dilahirkan, dia menangis tersedu-sedu, sedangkan orang yang berada di
sekitarnya menyapanya dengan tawa bahagia maka nanti jadilah seorang yang
melakukan suatu amalan, kemudian dengan amalan itu menyebabkan orang-orang yang
ada disekitarmu menangis tersedu-sedu karena kehilangan orang yang begitu
berarti bagi mereka, sedangkan kamu tersenyum bahagia dalam keadaan terbujur
kaku dalam balutan kain kafan.”
Betapa tersentaknya telingaku saat itu,
saya yang berada di belakangnya, dengan pandangan nanar saya perhatikan untaian
nasihatnya, sembari memejamkan mata ketakjuban, saya renungkan kedalaman makna
nasihat itu, sebuah nasihat yang kemudian melecut semangatku untuk mewujudkan
kata bijak yang bersembunyi di balik nomena kekuatan nasihat yang luar biasa
itu. Thanks kawan.
Di bawah ini saya selipkan puisi
saya tentang teman-teman HPMM, meski puisi ini tidaklah lebih bagus, tapi
inilah hasil jerih payah yang hanya bisa saya berikan buat kalian. Mari
Mereformasi pola pikir masyarakat yang menurut kita patut untuk di reformasi.
BANGKITLAH SANG PEWARIS TAHTA
Oleh : taqwim
Di tengah kering kerontangnya sebuah
tatanan
Perhelatan kaum borjuispun semakin
meniupkan ruh dustanya
Menebar aroma kedurjanaan yang nista
Keterbodohan, nampak bertunas subur
Bercokol dalam bingkai keserakahan
akan fananya dunia
Di tengah hiruk – pikuk kejujuran
yang mulai menderumkan titahnya
Sang Heroik kecil mencoba
mengepakkan sayap kebebasan
Mencoba menerobos jeruji kedzaliman
Meski jalan terjal berjejal
menghalangi setiap ayunan langkah
Mengerucut tajam untuk melukai
setiap telapak yang hendak menapakinya
Tapi.... semua aral itu tidaklah
lantas menyiutkan nyali sang Heroik kecil
Karena dia sadar, dialah sang pewaris
tahta sejati
Di balik potensi mininyalah
kebergantungan kaum proleta bertumpu
Kini, kejora kecil mulai terlihat
samar diatas ujung gelap langit yang mulai tersingkap
Menghapuskan titik gelap dalam
rengkuhan tirani kehidupan.
SANG PELEBUR TIRANI
Oleh : Taqwim
Ketika belenggu kedzaliman
meruncingkan taringnya
Mata yang berbinar seakan meredup
dan membuta
Terkatup oleh tahta yang berdigdaya
Berbalutkan nista yang memperdaya
Manusia berpangkat menjadi senjata
hina
Para pendurjana mengguratkan raut
picik dalam wajahnya
Menyiratkan jiwa pengecut dalam
kebisuan kata
Terselip balutan keangkuhan yang
berjejal menggelora
Si kecil menjerit dalam desahan
qalbu
Menagih janji dengan tersedu pilu
Menderaikan air mata kecewa
berbingkai sendu
Menggugurkan angan – angan indah
yang terurai semu
Terdapat satu harapan yang dapat
mengikiskan rasa pilu itu
Sebuah harapan yang dapat
menguburkan tirani yang terajut layu
Dan kepada agent of change-lah
harapan itu tertumpu
Bersandar dengan ridlo illahi
Reformasi itu akan segera berpacu
إذا
صدق العزم وضح السبيل
Komentar
Posting Komentar