Internalisasi Nilai-nilai Profetik Dalam Pendidikan
Belakangan ini bisa kita saksikan euforia perpolitikan negeri ini.
Politik yang sarat akan intrik tipu daya. Beragam cara dilakukan para politisi
untuk menjegal lawan politiknya. Tidak peduli lagi akan etika dan moral. Varian
politik kotorpun tidak malu-malu untuk dipertontonkan. Kita ambil saja contoh
politik praktis yang marak kita jumpai akhir-akhir ini, seperti; money politik
yang kerap kali dibagi-bagikan ke masyarakat dengan tujuan agar bisa membeli
dan mendulang suara rakyat sebanyak-banyaknya, monopoli media masa,
mempergunakan jasa dukun untuk menumbangkan lawannya dan lain sebagainya.
Pemandangan demikian memberikan gambaran bahwa
para politisi negeri ini mengalami dehumanisasi yang sangat akut. Etika, moral
dan akhlaq sudah menjadi barang langka untuk menghiasa tindak-tanduk mereka.
Jiwa spiritualitas mereka sangat rapuh dan keropos. Sebenarnya, figur politisi
yang miskin integritas belakangan ini adalah gambaran dari kegagalan dunia
pendidikan bangsa. Pendidikan yang bertujuan untuk mengadabkan manusia malah menjadikan
biadab lagi tak bermoral. Manusia yang gagap akan etika berbudaya dan
terbelakang dalam integritas diri.
Pendidikan seharusnya mampu menghasilkan
manusia-manusia yang cerdas, santun, berbudi luhur, memproduk manusia-manusia
yang mampu mengemban amanah Tuhan dengan sebaik-baiknya sebagai khalifah dimuka
bumi, sehinga kedamaian dan ketentraman bisa menyebar keseluruh penjuru bumi.
Akan tetapi, terlampau miris jika melihat wajah pendidikan bangsa pada kurun
waktu belakangan ini. Pendidikan bangsa saat ini belum mampu menjawab tantangan
kompleksitas problematika jaman yang kian kusut dan merambah dengan cepat
meninggalkan laju gerak jalannya pendidikan yang merangkak terseok-seok.
Pendidikan bangsa ini terkesan pincang sebelah, sehingga jalannyapun tidak
berimbang.
Titik tekan pendidikan bangsa akhir-akhir ini
lebih banyak ditekankan pada aspek kognitif saja tanpa menyeimbangkan aspek
afektif dan psikomotorik. Tak heran jika produk pendidikan sekarang mencetak
manusia-manusia yang cerdas akal tapi miskin integritas. Sehingga tak heran
jika banyak orang yang pandai secara logika tapi ia malah jadi perampok harta
rakyat, bermain-main dengan kebohongan, pandai beretorika tapi gersang dalam
implementasi. Jiwa spiritualitasnya kering lagi gersang dan kehidupannya hanya
digerakkan dengan mesin materialis-kapitalis.
Reorientasi pendidikan bangsa menjadi hal yang
niscaya untuk menyembuhkan tubuh pendidikan bangsa yang sakit ini. Orientasi
pendidikan yang berbasis spiritual menjadi harga tawar yang menggiurkan untuk
mengembalikan moral bangsa yang semakin meredup. Diantara bentuk cara untuk
mengadabkan moral yang kian terpuruk adalah dengan menginternalisasikan
nilai-nilai profetik pada diri siswa.
Kaitannya dengan hal ini, kuntowijoyo dalam
bukunya “Paradigma Islam; Interpretasi Untuk Aksi” menyebutkan bahwa
misi profetik yang harus ditanamkan pada diri seseorang memuat tiga nilai
fundamen, yaitu; nilai humanisasi, nilai liberasi dan nilai transendensi.
Ketiga nilai profetik transformatif ini diarahkan untuk rekayasa masyarakat
menuju cita-cita sosio-etiknya dimasa depan. (Kuntowijoyo, 1998 : 289).
Ketiga nilai profetik tersebut hendaknya bisa
diinternalisasikan dalam diri siswa, sehingga dengan nilai humanisasi generasi
bangsa kedepan diharapkan agar bisa memanusiakan-manusia dan mampu keluar dari
kungkungan dehumanisasi publik. Generasi bangsa tidak lagi menjadi mesin-mesin
politik industrialis yang hanya memandang masyarakat dengan tatapan abstrak
tanpa wajah kemanusiaan. Dan dengan nilai liberasi, generasi bangsa ini
diharapkan menjadi pembebas kesengsaraan, pembebas kemiskinan, pembebas
ketidakadilan serta membebaskan rakyat dari pemerasan tidak manusiawi para elit
kapitalis. Dan dengan nilai yang terakhir yaitu nilai transenden, generasi
bangsa ini bisa terkayakan aspek spiritualitasnya, menjadi pribadi-pribadi yang
anggun dalam moral dan etika. Terbebas dari pola hidup yang hedonis serta mampu
melepaskan diri dari budaya pragmatisme.
Dengan terinternalisasikannya ketiga nilai
tersebut dalam dunia pendidikan, maka dunia pendidikan diharapkan bisa mencetak
generasi masa depan tangguh yang siap menjawab kompleksitas tantangan jaman dan
mengurai segala bentuk benang problematika dengan nilai-nilai etis. Dunia
pendidikan dimungkinkan akan memasok para cendikiawan cerdik yang santun,
respondsif dengan segala bentuk ketidakadilan, menjadi pembebas bagi kaum
lemah, serta mampu mengurai karut-marutnya etika perpolitikan bangsa dengan
dibimbing ruh spiritualitas yang tinggi. Dengan demikian, integritas diri akan
tumbuh subur pada diri generasi bangsa.
Taqwim, Mahasiswa Jurusan Tarbiyah FAI UMM
Angkatan 2011
dimuat di Harian Bhirawa, Kamis Pon, 24 April 2014
dimuat di Harian Bhirawa, Kamis Pon, 24 April 2014
Komentar
Posting Komentar