GENERASI BINATANG
GENERASI BINATANG
Manusia sebagai makhluk kompleks yang kaya
akan estetika mempunyai instingtif dasar berupa "curiosity" (rasa ingin
tahu). Beragam potensi telah Tuhan anugerahkan kepada manusia. Manusia
dengan beberapa potensi tersebut bisa menjadi makhluk yang kreatif.
Manusia punya telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, otak untuk
berfikir dan hati untuk memahami. Berbeda halnya dengan binatang,
manusia mempunyai kompleksitas yang berbeda ketika potensinya
berbenturan dengan dinamisasi zaman. Di sinilah manusia akan nampak
kreatifitasnya. Berangkat dari tidak tahu kemudian ia mencari tahu dan
akhirnya berpengetahuan.
Tapi, ternyata ada juga manusia yang
menjadi kader-kader binatang. manusia-manusia ini sengaja membekukan
beragam potensi yang diberikan Tuhan dan hanya memaksimalkan potensi
kebinatangannya saja.
Imam Al-Syafi'i pernah berkata "Al-insaanu
hayawaanu al-naathiq" (manusia adalah binatang yang berakal). Ada narasi
besar dibalik ungkapan ini, seakan imam Al-Syafi'i bilang bahwa manusia
yang tidak mau berfikir sebenarnya ia adalah bukan manusia, tapi ia
binatang, karena pembeda dasar antara manusia dan binatang adalah pada
ranah berfikir.
Secara hereditas, manusia memang dititiskan
sebagai makhluk yang rasionalis, sebagaimana nabi Adam yang di ciptakan
Tuhan kemudian di tes oleh-Nya untuk menyebutkan nama-nama. Ini adalah
ciri dasar, bahwa manusia diciptakan Tuhan sebagai pemikir ulung.
Akan tetapi jika kita perhatikan peradaban manusia belakangan ini,
betapa banyak manusia yang hilang akan naluri kemanusiaannya. Banyak
manusia yang tidak lagi berwujud manusia bahkan ia mungkin adalah
bangkai yang memenjara ruh.
Tugasnya sebagai khalifatullah
(pengganti Allah) di muka bumi seakan dikesampingkan, karena
manusia-manusia semacam ini hanya memaksimalkan sebagian potensi yang
diberikan Tuhan dan menegasikan yang lain. Dan ini juga untuk
kepentingan pribadi. Dia bukan lagi makhluk sosial, tapi individual.
Banyak manusia yang hanya memainkan potensi kebinatangannya, seperti;
untuk kepentingan makan, minum, memuaskan seks dan istirahat.
dipikirannya hanyalah kerja, kerja dan kerja. Dan itu semuanya untuk
memuaskan nafsu kebinatangannya. Nafsu kemanusiaan seperti sosialis,
rasionalis transformatis serta transendensi jarang untuk mendapatkan
peran yang strategis dalam jatah hidupnya.
Ketika manusia hanya
menyibukkan diri dengan bekerja untuk makan, minum, memuaskan nafsu seks
dan juga istirahat, maka dalam kondisi seperti inilah Allah menyebut
mereka sebagai generasi binatang atau bahkan lebih rendah dari itu.
Allah swt berfirman;
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا
مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ
أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا
أُوْلَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari
jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya
untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai."(QS. Al-A’raaf:
179).
Manusia jenis ini tak ubahnya seperti memenjara ruh
kemanusiaan kedalam jasad binatang. Hatinya tidak lagi difungsikan untuk
memahami, otaknya tidak dimaksimalkan untuk berfikir, matanya tidak
digunakan untuk mengamati dan telinganya tidak dipakai untuk menyimak
pengetahuan yang mengucur deras dari bibir alam. Manusia semacam ini
adalah bangkai yang bernyawa. Mereka adalah para generasi binatang,
bahkan lebih rendah dari itu.
Dan jika kita merasa sebagai
manusia seutuhnya (holistik), dan ingin diposisikan sebagai manusia,
maka berfikirlah. Manusia adalah makhluk pembelajar. Slogan yang harus
dipegang manusia adalah "Long life education". Maka berfikirlah! "afalaa
yatafakkaruun", "afalaa yatadabbaruun", "afalaa ta'qiluun".
*Mari berfikir manusiawi
Komentar
Posting Komentar