KESAN

KESAN

"Sebenarnya apa yang dicari oleh orang-orang yang suka wisata?
Pantai? Gunung? atau apa?". Pertanyaan itu disodorkan salah seorang teman pada obrolan di Masjid tadi malam. Tak berselang lama, temanku yang lain menimpali; "dia mencari sesuatu yang tidak ada di tempat kita". Yang lain lagi menyanggah; "kalau yang dicari itu adalah sesuatu yang tidak ada di tempat yang biasa kita kunjungi, kenapa dia tidak searching saja? toh sekarang kita bisa lebih mudah menikmati panorama alam lewat gambar, atau video yang di unggah di internet. Lebih hemat juga kan! Sebagian yang lain berkata; Menurutku, bukan itu yang mereka cari, karena yang mereka cari adalah "kesan", bagiku, inilah yang mendasari orang-orang suka berwisata; ada kesan yang berbeda dibalik itu semua. Dan di balik itu semua, ada nuansa togetherness (kebersamaan). Tepat, obrolan itu terbungkam dengan kalimat "kesan".

Bagiku, "kesan" tidak hanya bagi orang yang berwisata saja. Jauh dari itu, "kesan" menjadi hal terpenting dalam kebahagiaan, kedamaian serta kesejahteraan, bahkan kesan bisa menjadi momok yang sangat menakutkan. Tergantung bagaimana cara kita memandang dan menafsirkan "kesan" tersebut. Ada kesan positif ada pula kesan negatif.

Satu contoh saja tentang "pacaran", fenomena ini kerap kita lihat dikalangan muda - mudi, bahkan yang tua pun terkadang masih saja ikut-ikutan. Sebenarnya apa yang mereka cari? "sensasi". Ya, kesan yang melahirkan sensasi inilah yang mereka cari. Ada bahasa batin yang tidak bisa dilukiskan, bahkan oleh seorang pelukis dunia manapun. bahasa itu tentang keindahan dan kebahagiaan. Tapi, terkadang kesan ini juga melahirkan malapetaka. Fenomena putus cinta misalnya, bagi seorang pemuda yang putus cinta, hal yang akan terlahir adalah experience (pengalaman). Dia akan menemukan jurus baru untuk menaklukan para wanita. Sedangkan bagi seorang wanita, yang akan lahir dari fenomena itu adalah impressience (kesan). Perasaan traumatik yang mendalam terhadap pasangan, dan dia akan mengingat-ingat peristiwa itu dalam hidupnya.

Kesan seakan merayap pada seluruh lini kehidupan, bahkan ketika sesorang berkhalwat dengan Tuhan-Nya pun kesan ini diharapkan datang menghampiri. Hal ini bisa ditelisik dari beberapa teks agama, di antaranya adalah hadits tentang 7 golongan yang akan mendapat naungan ketika tidak ada naungan lain kecuali naungan Allah, salah satu golongan tersebut adalah "rojulun dzakarallahu khooliyan fa faadhot 'ainaahu" (sesorang yang berdzikir kepada Allah sehingga kedua kelopak matanya mengucurkan air mata). Pada hadits ini, Tuhan seakan memilihkan waktu bagi manusia agar ia bisa beribadah kepada-Nya dengan penuh ketundukan hingga ia terbawa pada sensasi rasa ibadah yang ia lakukan.

Nah, sahabat seakan Tuhan mengajarkan bahwa bahagia itu kita yang menciptakan, jadi ciptakanlah kesan yang baik agar nuansa menyejukkan itu bermukim di hati kita.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, Allah berfirman:

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى

 “Aku (Allah) sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.” (Muttafaqun ‘alaih).